New Page 1

Dinamika Intelektualitas Kaum Muda
 
 Jl.  K. H. A.  D a h l a n   No. 7  Telp/Fax. 0651-21433 Banda Aceh
 
 
I f t i t a h
Dari Redaksi [Baca]
Karikatur

Tampilkan gambar Karikatur


 

Link Situs
· www.anakmess.faithweb.com
Situs Anak-anak Ahmad Dahlan
· www.muhammadiyah.net
Portal Muhammadiyah Internasional.
·  


 
 
 
 

LAPORAN UTAMA

 

Pembicaraan syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam ini, telah menyeruakkan   kebahagiaan tersendiri bagi masyarakat Aceh. Pemberlakuannya yang secara resmi di proklamirkan pada 1 Muharram 1423, telah melahirkan pertanyaan bagi kita. Mungkinkah kejayaan sejarah penerapan syari’at Islam seperti yang pernah berlangsung pada masa kejayaan sultan Iskandar muda dulu bisa terulang ?

Entahlah. Tapi, yang pasti upaya menciptakan tatanan social yang berlandaskan syari’at Islam membutuhkan waktu dan proses yang panjang. Dan ini bukan pekerjaan yang  ringan, tentu. Walaupun harus diakui secara histories Aceh pernah menjalankannya, dan berlangsung sukses.

Kondisi real hari ini, memperlihatkan adanya kegamangan akan keberhasilan penerapan hukum Tuhan tersebut. Hal ini disebabkan terjadinya lost generation yang dialami umat Islam Aceh terutama. Terutama ketika  Aceh mengalami persentuhan dengan semangat sekularisme, yang notabenenya berasal dari negeri seberang (Barat). Dan ini agaknya sulit untuk dihindarkan.

Konon, walaupun fenomena ini melahirkan pro-kontra  di masyarakat, namun yang penting dari semua itu tampaknya adalah konsistensi masyarakat Aceh sendiri untuk memulai penerapannya. Siapkah kita dengan segala konsekwensi, ketika benar-benar syari’at ini membumi? Jangan sampai seperti dinsinyalir oleh banyak masyarakat, keinginan memberlakukan syariat tersebut, menjadi sebuah semangat tanpa keinginan untuk menyambutnya secara kaffah.

Terlepas apapun alasannya, genderang ‘perang’ untuk berjuang menegakkan hukum Tuhan sudah ditabuh. Mau tidak mau, ini harus disahuti. Tentu dengan menggunakan skala prioritas. Artinya, seperti pernyataan Kadis Syariat Islam NAD. Al-Yasa’ Abu Bakar, bahwa semuanya harus disesuai dengan kemampuan yang dimilki.

Karena itu, dalam proses pelaksanaannya dibutuhkan perangkat hukum yang sebelumnya harus disosialisasikan kepada masyarakat. Jangan sampai masyarakat merasa kaget dan terkesan tidak siap.

Selain itu proses pendidikan yang mengarah pada penyiapan pemahaman hukum Tuhan tersebut juga harus dirintis secara komprehensif dan sungguh-sungguh agar  penerimaan masyarakat terhadap aturan-aturan transcendental tersebut bisa lebih mantap.

Secara praktis, upaya pendekatan untuk penerapan syariat Islam, menurut Arief, dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan cultural. Hal ini karena secara histories syariat tersebut identik dan pernah berlangsung di Aceh. Menurut Arief lagi, Aceh harus betul-betul mampu dan serius untuk melaksanakan syari’at Islam ini sehingga betul-betul dapat menenteramkan kehidupan masyarakat, sebab bila tidak, lanjutnya lagi, fenomena ini justru akan dapat menimbulkan stigmasi dari masyarakat non muslim terhadap syari’at Islam itu sendiri.

Terlepas dari fenomena sejarah tersebut, tampaknya masyarakat Aceh benar-benar sedang di tantang untuk menyikapi momentum pemberlakuan syariat Islam sekarang ini. Adanya “maklumat” wajib jilbab bagi perempuan, tampaknya mulai disahuti meskipun dalam intensitas yang sangat minim. Demikian juga penulisan-penulisan arab melayu pada intitusi-institusi pemerintahan mulai semarak, meskipun masih sebatas simbol. Fenomena tersebut menurut Din Syamsuddin, dalam diskusi panel yang digelar IMM Aceh beberapa waktu yang lalu, meskipun masih merupakan sebuah symbol tapi itu penting untuk memulai proses pemberlakuannya. Persoalan-persoalan teknis lainnya itu sudah menjadi tanggung jawab para ulama dan cendikiawan muslim, komentar Sekjen MUI tersebut.

Menyangkut teknis penegakan hukum syariat, ide polisi syariah (polsus) yang beberapa waktu lalu sempat berkembang, tampaknya masih sebatas wacana dan belum dibahas mekanismenya. Hal ini terungkap dari H. Abdullah Puteh saat dijumpai Pelopor seusai menyampaikan sambutan acara Milad IMM di Aula Depag 14/3. Menurutnya, rancangan ide polisi syariah (Polsus) tersebut masih dalam tahap proses dan nantinya akan dibahas dalam sub qanun.

Terlepas dari wacana tersebut, tampaknya persoalan mendesak yang  perlu difikirkan adalah bagaimana menciptakan rangkaian sistem yang dapat mengikat rakyat ini secara kolektif, baik pemerintah maupun rakyat, untuk mempunyai tanggung jawab moral yang tinggi dalam upaya menegakkan syar’at Islam ini secara konsisten.  Upaya ini penting dilakukan dengan merangkul berbagai komponen, baik  yang pro maupun kontra agar persoalan  konflik politik yang sedang berlangsung sekarang dapat segera di eliminiasi secara damai

Baca topik yang berkaitan >>

   
 
 Isi Pelopor
 Laporan Utama
 Diskriminasi Perempuan
 B O X
 
 Meudrah
 Tanya jawab seputar HAM.

 Wawancara
  "Kami Selau dibohongi".

  H a b a
   Halaman Berita Pelopor.

 

   
   
   
   
   
   
   
   
   

Kembali ke Halaman Depan


Copyright © 2002  All rights reserved.