Lembaga Pers Pemuda Muhammadiyah Nanggroe Aceh Darussalam
Dinamika Intelektualitas Kaum Muda
 
Jl.  K. H. A.  D a h l a n   No. 7  Telp/Fax. 0651-21433 Banda Aceh
 
 
I f t i t a h
Dari Redaksi  
Karikatur

Tampilkan gambar Karikatur

 
· www.anakmess.faithweb.com
Situs Anak-anak Ahmad Dahlan
· www.muhammadiyah.net
Portal Muhammadiyah Internasional.
· Edisi HAM
 
 
 
 
 

I F T I T A H

 

Syari’at Islam, walau bukan merupakan sebuah konsep untuk solusi terhadap penyelesaian konflik Aceh, setidaknya dapat memberikan angin segar bagi perkembangan Aceh ke depan. Ada beberapa hal yang dapat perlu diingat berkenaan dengan pemberlakuan Syari’at Islam ini; Pertama, bahwa ajaran Islam sudah pernah diterapkan di Aceh pada masa kerajaan Sultan Iskandar Muda. Kedua, Hingga saat ini nuansa Islami masih dapat dilihat dalam sebagian besar kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, dimana nilai-nilai tersebut include dalam adat-istiadat dan norma kehidupan masyarakat. Ketiga, Sambutan masyarakat Aceh begitu luas terhadap pemberlakuan Syari’at Islam.

Pada masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda, beliau pernah menghukum rajam putra kandungnya hingga meninggal, karena melakukan zina dengan salah seorang anak pejabat di lingkungan kerajaan. Sejak saat itu muncul sebuah ungkapan; Meunyo matee aneuk meupat jeurat, meunyo gadoh hukom pat tamita (Jika meninggal anak ada kuburnya, jika hukum yang dilanggar/tidak ditaati tak kemana dicari). Ini memberikan pengertian bahwa hukum merupakan sistem yang harus ditaati, sebab jika hukum sudah tak dapat ditegakkan, maka semua tata kehidupan tak dapat dikendalikan. Kasus di atas adalah salah satu bentuk penegakan hukum yang diterapkan pada masa Sultan Iskandar Muda yang memberlakukan Syari’at Islam secara tegas dan tidak pandang bulu.

Akan halnya pemberlakuan Syari’at Islam di Aceh saat ini, masih menyisakan beberapa pertanyaan. Masalahnya adalah niat awal yang keluar dari lubuk hati pengambil kebijakan tersebut. Apakah pemberlakuan Syari’at Islam semata-mata sebagai solusi konflik, atau memang ingin menghidupkan kembali Aceh yang benar-benar Islami. Soalnya, moment yang diambil untuk memberlakukan Syari’at Islam dianggap masyarkat sebagai hal yang sangat tendensius, yakni di tengah-tengah konflik yang semakin tak terkendali, artinya lebih mengarah ke urusan politik. Konon pula, setiap kebijakan yang dekeluarkan pemerintah terhadap Aceh, selalu kandas dalam implementasi sehingga stigma bahwa Jakarta ‘selalu menipu’ Rakyat Aceh lebih kental terasa dari pada nuansa keikhlasannya.

Namun demikian, apapun yang keluar dari mulut dan kebijakan siapapun, nampaknya perlu diberi ruang gerak untuk mencobanya. Siapa tahu, bisa bermanfaat ganda; antara meredam konflik yang berkepanjangan dan berlakunya Syari’at Islam secara benar. Memang terkesan trial and error, tapi memang begitu adanya, lebih baik dari pada never trial and error forever. Kita semua tentu saja berharap banyak, bahwa kebijakan pemberlakuan Syari’at Islam ini akan dapat memberikan nuansa baru bagi tata kehidupan masyarakat Aceh yang tidak usai dirundung malang akibat konflik berkepanjangan, semoga.

   
 
 Isi Pelopor

 Laporan Utama
 Diskriminasi Perempuan

 B O X
 

 Meudrah
 Tanya jawab seputar HAM.

 Wawancara
  "Kami Selau dibohongi".

  H a b a
   Halaman Berita Pelopor.

 

 

 

 

 
   
   
   
   
   
   
   
   
   

 Kembali ke Halaman Depan


Copyright © 2002  All rights reserved.