Assalamu
Dinamika Intelektualitas Kaum Muda
 
Jl.  K. H. A.  D a h l a n   No. 7  Telp/Fax. 0651-21433 Banda Aceh
 
I f t i t a h
Dari Redaksi [Baca]
Karikatur

Tampilkan gambar Karikatur


Link Situs
· www.anakmess.faithweb.com
Situs Anak-anak Ahmad Dahlan
· www.muhammadiyah.net
Portal Muhammadiyah Internasional.
· Content Ratings
Get more information on how you can rate your site with ICRA.


Dalam Konstruksi

 

 
 
 
 

B  O  X

 

        Ada satu pertanyaan yang tidak pernah usai diperdebatkan sejak perkembangan sejarah manusia, kenapa perempuan sering menjadi "korban" diskriminasi di tengah-tengah pembangunan peradaban manusia. Padahal ditilik dari kacamata religi, perempuan justru merupakan mitra laki-laki yang derajatnya sudah di angkat oleh para nabi yang di utus Tuhan kepermukaan bumi ini.

        Pernyataan ini telah mengingatkan kita pada masa lampau tatkala di berbagai belahan dunia, perempuan sering diidentikkan dengan "orang nomor dua", bahkan ada beberapa kawasan atau negara yang memposisikan perempuan sebagai "parasit" yang dianggap mengotori alam dunia. Gambaran stereotip ini misalnya, dapat disaksikan pada sejarah Yunani kuno yang menstigma perempuan sebagai sumber ketidakberuntungan dan juga dianggap membawa penyakit. Di Jazirah Arab, (pada masa pra Islam), bayi perempuan justru tidak dibenarkan untuk hidup (menguburkannya hidup-hidup). Demikian juga yang terjadi di Albania, mereka malah mempunyai pepatah yang tidak kalah tragis dengan stereotip di atas yang mengabadikan "kerendahan" perempuan melalui ungkapan, memukul laki-laki dengan kata-kata, memukul perempuan dan keledai dengan batang kayu.

        Deskripsi tersebut di atas, merupakan catatan kelam yang tidak pernah dilupakan sejarah meskipun secara mondial manusia telah mendeklarasikan HAM semesta 1948 serta perangkat khusus HAM tentang perempuan, yaitu Konvensi Hak-Hak Politik Perempuan yang diadopsi PBB tahun 1958, dan juga konvensi Penghapusan Semua Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan (Conventions on the Elimination of All forms of Discriminations Against Women / CEDAW) yang ditandatangani tahun 1979 dan diberlakukan pada 1981, (di Indonesia diratifikasi tahun 1984), dengan banyak negara peratifikasi terdaftar dalam catatan reservations (syarat, keberatan), yaitu pasal-pasal dan traktat.

        Dalam perjalanannya, realitas tersebut justru menjadi ironi, pengingkaran atas hak-hak perempuan sepanjang sejarah pasca legitimasi CEDAW tersebut, ternyata terus saja berlangsung di berbagai belahan dunia. Indonesia, misalnya, meskipun secara manis telah meratifikasi CEDAW, tetapi dalam prakteknya telah mengingkari isi kovenan dimaksud, ini terlihat pada banyaknya daftar korban pelanggaran dan pelecehan seksual seperti yang dialami perempuan terutama yang terjadi di pada era DOM (Daerah Operasi Militer)di Aceh. Demikian juga Thailand dalam kasus yang cukup menghebohkan, dengan isu komersialisasi seksnya.

        Pada awal 1990-an, di berbagai negara telah terjadi serangkaian aksi terpisah yang dilakukan kalangan perempuan. Dewan Hak-Hak Perempuan Asia (the Asian Womens Human Rights Council) misalnya, memulai kampanyenya menuntut pemerintah Jepang untuk mengakui secara formal dan memberi konpensasi kepada perempuan di beberapa negara, yaitu Korea, Indonesia, Cina, Belanda, dan Filiphina, yang menjadi korban paksaan seksual melayani tentara penjajah Jepang pada saat perang dunia II.

        Upaya kampanye yang dilakukan organisasi tersebut merupakan suatu indikasi positif yang dilakukan dalam memperluas dan memperkuat kemampuan perempuan dalam menepis berbagai isu yang diskriminatif. Kendatipun dalam realitasnya ternyata masih ada juga proses diskriminasi atas kaum hawa ini dalam banyak aspek, baik dalam bidang ketenagakerjaan (ekonomi), politik, budaya, kesehatan, maupun dalam bidang pendidikan, akan tetapi gerakan yang bercorak pembebasan atas diskriminasi tersebut perlu terus dilakukan secara berkesinambungan.

         Rentetan distorsi yang terjadi secara global tersebut, Bank Dunia ternyata telah memperoleh data dari hasil kajian di berbagai belahan dunia, yang mengungkapkan telah adanya diskriminasi terhadap perempuan dalam banyak bidang seperti pendidikan, lapangan kerja dan upah yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi, serta menurunnya potensi kesejahteraan masyarakat. Padahal Bank Dunia juga mencatat bahwa manfaat manifestasi terhadap perempuan dibidang pendidikan dan kesehatan membawa manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan investasi serupa pada laki-laki.

        Bukti dari contoh tersebut dapat lihat dari pengalaman Afrika yang memperlihatkan bahwa mengusahakan pendidikan dasar bagi perempuan ternyata telah menurunkan angka kematian anak balita hingga 40%, dan hal tersebut sangat menggembirakan. Data ini merupakan imbas langsung atas aplikasi equality (persamaan) pendidikan bagi seluruh anak manusia, laki-laki atau perempuan sebagai wujud perimbangan keadilan yang sering diskriminatif.

        Persoalan lain yang perlu direfleksikan dalam konteks ini adalah, masih banyaknya sistem dan mekanisme nasional, regional, bahkan internasional untuk penegakan HAM dikembangkan dan diimplementasikan secara mendasar bagi kepentingan perempuan dengan model laki-laki, sehingga tentu saja tidak memadai untuk mengakomodir pengalaman, lingkungan, dan psikis mereka.

        Hal tersebut tentu saja akan menimbulkan distorsi keadilan bagi perempuan, padahal persoalan perempuan sangat spesifik dan membutuhkan pola pengakomodasian yang berbeda dengan laki-laki.

       Kendati demikian, pada esensinya, jika ditilik kovenan yang ada dalam "pangkuan" DUHAM, semua kovenan yang ada tersebut mempunyai implikasi positif bagi kepentingan perempuan. Misalnya saja Konvensi Penghapusan Perdagangan Manusia dan Eksploitasi dengan pemaksaan orang lain menjadi pelacur (Convention for the Suppresion of the Traffic in persons and the exploitation of others/CST). Konvensi ini sangat berfungsi dalam perjuangan melawan perdagangan dan eksploitasi seks yang cukup gencar akhir-akhir ini di berbagai belahan dunia. Demikian juga dalam Konvensi Penghapusan Diskriminasi dalam Pendidikan (Convention Against Discrimination in Education/CDE) yang menjamin kesetaraan hak pendidikan antara laki-laki dan perempuan serta hak pendidikan dasar tanpa biaya bagi seluruh anak manusia.

        Secara konseptual dan organisatoris, pengakomodasian kepentingan perempuan telah terkonstruks dalam tatanan sistem yang diproduksi masyarakat global melalui kovenan-kovenan yang ada. Dalam konteks ini, persoalan mendasar yang perlu dicermati adalah sejauh mana konsistensi suatu negara dalam mengapresiasikan dan mengaplikasikan konsepsi dimaksud di bawah cengkeraman kapitalisme global yang diskriminatif dan eksploitatif ini.

   Tinjauan ini dimunculkan akibat merajalelanya ketidakpedulian sistem kapitalis dalam menghormati nilai-nilai moral, terutama dalam penghormatan Hak Asasi kaum perempuan. Agaknya pergulatan panjang yang masih mewarnai hari-hari perempuan dunia umumnya dan Indonesia khususnya adalah pertarungan kepentingan antara politik kapitalis dengan kepentingan moral sebagai pengekal eksistensi manusia dalam membahterai bumi Tuhan ini. Mungkinkah perjuangan ini berhasil...?(las)

 

   
 
 Isi Pelopor
 Laporan Utama
 Diskriminasi Perempuan
 B O X
 
 Meudrah
 Tanya jawab seputar HAM.
 Wawancara
  "Kami Selau dibohongi".

  H a b a
   Halaman Berita Pelopor.

Sedang dikonstruksi

 

 

 Sedang dikonstruksi

 
   
   
   
   
   
   
   
   
   
Kembali ke Halaman Depan

Copyright © 2002 All rights reserved.